KUTIM – Polres Kutai Timur melalui Satresnarkoba mencatat 247 kasus narkoba sejak Januari hingga akhir September 2025.
Angka ini menunjukkan penyalahgunaan narkotika di Kutim masih tinggi dan melibatkan berbagai kalangan.
Kasatresnarkoba Iptu Erwin Susanto menyebut, pergaulan bebas dan efek candu narkoba, khususnya sabu, jadi pemicu utama.
“Biasanya mereka coba-coba karena ditawari gratis. Lama-lama jadi kecanduan,” ujarnya, Kamis (25/9/2025), usai podcast di DPPKB Kutim.
Karena tidak punya uang untuk beli, sebagian pengguna akhirnya menjadi kurir dengan imbalan sabu.
Dari ratusan kasus itu, tidak semua tersangka adalah pengedar.
Sebagian hanya pengguna, terutama yang kedapatan membawa sabu kurang dari satu gram.
Untuk kasus seperti ini, polisi tidak melanjutkan ke pengadilan, tapi mengarahkan pelaku ke rehabilitasi.
“Kalau hanya pengguna dengan barang bukti kecil, langsung diarahkan ke rehab, bukan diproses hukum,” jelasnya.
Namun, ada juga pengguna yang akhirnya jadi kurir karena faktor ekonomi.
“Kondisinya seringkali karena masalah keuangan. Akhirnya mereka ikut-ikutan jadi kurir,” jelasnya.
Satresnarkoba mencatat, kasus narkoba melibatkan orang dari berbagai latar belakang.
Mulai dari anak di bawah umur, ibu rumah tangga, sampai pegawai bergaji tetap.
“Dari 247 orang yang kami amankan, ada juga anak-anak. Persentasenya memang kecil, tapi tetap memprihatinkan,” katanya.
Untuk pelaku anak-anak, proses hukum dilakukan sesuai aturan Peradilan Anak.
Anak di bawah 12 tahun dikembalikan ke orang tua. Usia 12-14 tahun bisa diproses hukum tapi tidak bisa ditahan.
Sedangkan usia 14-18 tahun bisa ditahan, tapi hukumannya lebih ringan dibanding orang dewasa.
Iptu Erwin juga menegaskan, fokus penanganan saat ini adalah rehabilitasi, bukan hanya pemenjaraan.
Jika seseorang hanya terbukti positif narkoba lewat tes urine tanpa barang bukti, maka tidak bisa dipidana.
Namun, mereka tetap wajib menjalani rehabilitasi.
“Kalau cuma positif tanpa barang bukti, itu tidak bisa masuk penjara. Tapi wajib rehab,” ujarnya.
Ia menyebut, jika semua pengguna dipenjara, maka lapas akan penuh dan negara terbebani biaya besar.
“Kalau kami tiap malam razia tempat hiburan, pasti ada yang kena. Tapi tujuan aturan bukan itu,” terangnya.
Fokus utama adalah menyelamatkan masa depan pengguna, terutama anak muda.
Jika masuk penjara bertahun-tahun, masa depan mereka bisa hancur.
“Misalnya dihukum 5 tahun, seharusnya dia bisa lulus kuliah. Tapi kalau dipenjara, sulit untuk melanjutkan hidup normal,” jelasnya.
Dirinya mengingatkan pentingnya pencegahan sejak dini.
“Narkoba bisa menjerat siapa saja. Tanpa pengawasan, anak-anak bisa terlibat,” pungkasnya. (*/Ainun)